Kerugian Negara Terkait Kasus Korupsi Heli AW-101 Capai Rp224 Miliar

JagatBisnis.com – KPK mengungkap konstruksi kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter Augusta Westland (AW)-101 di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara 2016-2017. Kasus itu diduga merugikan negara dengan nilai yang cukup besar.

“Diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 224 miliar dari nilai kontrak Rp 738,9 miliar,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (24/5).

KPK menjerat satu orang tersangka dalam kasus ini. Ia adalah Irfan Kurnia Saleh selaku Direktur PT Diratama Jaya Mandiri sekaligus pengendali PT Karsa Cipta Gemilang. Setelah 5 tahun menyandang status tersangka, Irfan ditahan KPK pada hari ini.

KPK pun akhirnya membeberkan konstruksi perkara yang menjerat Irfan. Bagaimana kasus ini bisa menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah?

Bermula pada Mei 2015. Saat itu Irfan selaku Direktur PT DJM dan juga pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG) bersama Lorenzo Pariani selaku pegawai perusahaan Agusta Westland) menemui Mohammad Syafei. Mohammad Syafei merupakan Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI Angkatan Udara di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur.

Baca Juga :   KPK Kini Tak Lagi Pakai Istilah OTT

Dalam pertemuan tersebut, dibahas pengadaan Heli AW 101 tersebut. Irfan yang juga merupakan salah satu agen dari AW memberikan proposal kepada Mohammad Syafei mengenai harga 1 unit Heli AW 101 yakni senilai USD 56,4 juta atau setara Rp 738,9 miliar.

Padahal, harga yang sudah disepakati oleh pihak AW dengan Irfan hanyalah USD 39,3 juta atau setara Rp 514,5 miliar saja. Diduga selisih tersebut dimanfaatkan oleh Irfan sebagai keuntungan pribadinya.

Pada November 2015, panitia pengadaan heli AW 101 mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap prakualifikasi dengan menunjuk langsung perusahaan Irfan PT DJM sebagai pemenang proyek. Namun pengadaan ditunda karena Presiden Jokowi meminta untuk dihold mengingat kondisi keuangan nasional yang tak mendukung.

Namun demikian, pada 2016 pengadaan dilanjutkan. Nilai kontrak yang sama dengan yang disodorkan oleh Irfan senilai Rp 738,9 miliar masuk dalam metode lelang melalui pemilihan khusus yang diikuti oleh dua perusahaan milik Irfan.

Baca Juga :   Kasus Makin Terang, Pengacara Klaim Tak Ada Uang Mengalir ke Nurhadi

“Dalam tahapan lelang ini, panitia lelang diduga tetap melibatkan dan mempercayakan IKS dalam menghitung nilai HPS (Harga Perkiraan Sendiri) kontrak pekerjaan,” kata Firli.

“Harga penawaran yang diajukan IKS masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015 senilai USD 56,4 juta (Rp 738,9 miliar) dan disetujui oleh PPK,” sambungnya.

Di sisi lain, peran dari Irfan pun sangat aktif melakukan komunikasi khusus dengan Fachri Adamy selaku PPK yang baru. Lelang tersebut pun dimenangkan oleh perusahaan Irfan.

“Untuk proses pembayaran yang diterima IKS diduga telah 100% di mana faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda,” kata Firli.

Akibatnya, selain negara kemahalan membayar, juga mendapatkan helikopter yang tidak sesuai spesifikasinya. Negara mengalami kerugian.

Apa yang dilakukan oleh Irfan pun dinilai oleh KPK bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia.

Baca Juga :   Terkait Kasus Korupsi Stadion Mandala Krida, KPK Geledah Dua Lokasi Ini

Atas perbuatannya, Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang- Undang Pemberantasan Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Adapun pengusutan kasus ini merupakan perkara koneksitas KPK dengan TNI. Pihak Puspom TNI telah menetapkan 5 orang tersangka dalam kasus tersebut. Mereka adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya FA, dan pejabat pemegang kas Letkol (Adm) WW.

Kemudian staf pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni pembantu Letda SS, dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda SB.

Belakangan, KPK menyebut pihak Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah menghentikan penyidikan terkait dengan dugaan korupsi pembelian Heli AW-101 ini. Namun, penyidikan KPK masih berjalan. (pia)

MIXADVERT JASAPRO