Waspada, Anak yang Kurang Perhatian Orangtua Rentan Direkrut jadi Teroris

Ilustrasi Densus 88 Foto: Kompas

JagatBisnis.com – Ada temuan menarik dari Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti soal geliat kelompok teroris. Ternyata anak-anak yang kurang perhatian orang tua rentan direkrut pelaku teror.

Dalam keterangannya, Jumat (1/4), Retno menyampaikan, temuan itu didasarkan pada pengungkapan kasus terorisme oleh Densus 88 di Sumatera Barat.

Kata Retno, 16 orang tersangka kasus dugaan teroris jaringan Negara Islam Indonesia (NII) yang ditangkap di wilayah Sumatera Barat (Sumbar), aktif merekrut anggota baru. Mereka diduga melibatkan anak-anak dalam proses perekrutan.

Rekrutmen dengan melibatkan anak-anak adalah modus yang sudah lama digunakan, biasanya masuk ke sekolah-sekolah umum seperti SMA dan SMK.

“Dari beberapa kasus yang terjadi selama ini, yang disasar umumnya anak-anak yang memiliki masalah, misalnya kesulitan ekonomi, kesulitan belajar, kurang perhatian orang tua, ada masalah dengan keluarga, dan lain-lain. Sementara secara pemahaman agama bisa jadi terbatas. Perekrut biasanya masuk melalui alumni, guru, dan lain-lain,” ungkap Retno Listyarti, yang juga merupakan Dewan Pakar Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).

Baca Juga :   Terkait Teror Mabes Polri dan Makasar, MUI Angkat Bicara

Retno menambahkan, kondisi anak yang kurang perhatian orang tua akan muda dipengaruhi oleh figur lain yang menggantikan peran ayah dan ibu mereka.

”Sikap dan perilaku intoleran di kalangan anak-anak yang kemudian dipengaruhi atau dimasuki pikiran-pikiran intoleran, bahkan setuju kekerasan atas nama agama,” beber Retno.

Karena itu, lanjut Retno, pendidikan memegang peran penting dalam menanamkan karakter demokrasi, toleran dan anti kekerasan, baik itu pendidikan di lingkungan keluarga maupun di lingkungan satuan pendidikan atau sekolah.

Peran sekolah dan guru sangatlah penting dalam membangun sekolah damai dan menanamkan karakter toleran.

Retno lalu menjabarkan faktor yang menyebabkan anak-anak mudah dipengaruhi oleh jaringan teroris, termasuk NII, di antaranya adalah:

Baca Juga :   Terduga Teroris yang Ditangkap di Bekasi Sering Jadi Imam di Masjid

Pertama, pembelajaran di kelas yang tidak terbuka terhadap pergulatan pendapat dan cara pandang yang beragam, sehingga ada kecenderungan mengarah pada penyeragaman, pembelajarannya tidak didesain menghargai perbedaan;

Kedua, ada kecenderungan para peserta didik dan pendidik terjebak pada “intoleransi pasif”, yaitu perasaan dan sikap tidak menghargai akan perbedaan (suku, agama, ras, kelas sosial, pandangan keagamaan dan pandangan politik), walaupun belum berujung tindakan kekerasan. Namun, pada era digital ini dapat terlihat dari postingan di media sosial mereka;

Ketiga, sikap siswa yang terbuka terhadap praktik intoleransi mulai berkembang di kelas ketika diajar oleh pendidik yang membawa ideologi dan pandangan politik pribadinya ke dalam kelas.
Misalnya kasus pemilihan Ketua OSIS di salah satu SMAN di kota Depok yang diulang karena ketua OSIS terpilih beragama minoritas. Selain itu, ada pendidik berinisial TS yang mengajak para siswa di grup WhatsApp mengajak siswanya memilih ketua OSIS yang seagama.

Baca Juga :   14 Ribu Personel Diturunkan untuk Amankan Gereja saat Paskah

“Bahkan ada kepala sekolah jenjang SD di Lampung yang ditangkap Densus 88 pada November 2021 karena diduga terlibat dalam aksi terorisme Jaringan Jemaah Islamiyah (JI),” ungkap Retno.
Keempat, masuknya bibit radikalisme ke sejumlah sekolah cenderung tidak memperhatikan secara khusus dan ketat perihal kegiatan kesiswaan, apalagi terkait keagamaan.

Terutama yang melibatkan pemberi materi dari luar sekolah, seperti penceramahan dalam salat Jumat di masjid sekolah dan pendampingan kajian agama rutin setiap minggunya.

Hal ini, tambah Retno, umumnya terhubung dengan para alumni sehingga pihak sekolah percaya, apalagi tidak ada biaya untuk membayar mereka.

“Seharusnya para alumni dan pemateri yang diambil dari luar sekolah harus melalui screening oleh Pembina atau guru agama dan kepala sekolah”, ujar Retno. (pia)

MIXADVERT JASAPRO