Mahasiswa FTUI, Juara Kompetisi Arsitektur Internasional

JagatBisnis.com –  Rekonstruksi dan pemulihan pasca bencana merupakan hal yang kompleks dan menimbulkan banyak tantangan bagi pemerintah dan masyarakat. Saat terjadi bencana yang menghancurkan rumah, maka kebutuhan akan tempat tinggal sangat mendesak. Maka, Tiga mahasiswa Departemen Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia (FTUI) angkatan 2018, mencoba menjawab kebutuhan akan desain shelter untuk daerah bencana.

Desain shelter bencana itu bernama
“Narana Shelter.” Shelter ini dapat dibangun hanya dalam waktu 6 jam. Desain ini menyingkirkan 350 karya lain dari seluruh dunia pada kompetisi yang diselenggarakan oleh Mango Architecture (15 Juni – 15 Desember 2021) dengan tema “Disaster Relief Shelter-Reinventing the Tents”. Tim yang terdiri dari Ariq Dhia Athallah, Gusti Ayu Putu Nadya, Nadya Fatin Nur Rahma Sultan, ini berhasil meraih juara 1 untuk kategori mitigasi bencana kota-kota di India.

Pakar perancangan kota Evawani Ellisa dan dosen di FTUI menjelaskan, Narana Shelter merupakan hunian modular adaptif yang memungkinkan penyesuaian dan pertumbuhan sesuai dengan fase kebutuhan para penyintas. Shelter tersebut mempertahankan identitas komunitas dengan menghargai lokalitas dan budaya, menyediakan tempat yang aman, dan dapat dengan mudah dirakit dan dibongkar.

Baca Juga :   Gandeng Merck, Universitas Indonesia Dirikan Laboratorium Penelitian Life Sciences

“Meskipun desain shelter ini dilombakan untuk penyediaan shelter bencana di kota-kota India, akan tetapi desain ini juga sangat cocok untuk digunakan di Indonesia. Karena selain kesamaan iklim, masyarakat India dan Indonesia memiliki kesamaan dalam hal eratnya identifikasi individu terhadap budaya lokal. Kain saree yang digunakan dalam desain bisa diganti dengan batik, jika di Indonesia,” katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/1/2022).

Baca Juga :   Gandeng Merck, Universitas Indonesia Dirikan Laboratorium Penelitian Life Sciences

Sementara itu, salah satu anggota tim Ariq menambahkan, shelter yang tidak memperhatikan kearifan lokal, justru dapat menimbulkan dampak negatif bagi para korban bencana. Kesepian dan rasa putus asa, dapat timbul pada korban bencana alam, yang merasa terputus dari identitas mereka sebagai bagian dari suatu komunitas.

”Untuk menghindari dampak negatif tersebut, maka shelter dirancang untuk memenuhi kebutuhan dasar kelangsungan hidup biologis individu, juga mempertahankan identitas dalam komunitas. Maka, kain saree dalam dasain itu digunakan sebagai pembatas antar ruangan dan lapisan atap,” ujarnya.

Baca Juga :   Gandeng Merck, Universitas Indonesia Dirikan Laboratorium Penelitian Life Sciences

Pada kesempatan yang sama, Gusti Ayu mengatakan penggunaan kain saree sebagai bagian dari desain karena kain saree telah mengakar ke dalam budaya India sejak 2800-1800 SM. Kain saree merupakan salah satu benang merah yang menghubungkan identitas dan kebudayaan India secara keseluruhan.

“Kain saree memiliki karakteristik yang aerodinamis, dapat menyaring cahaya, berfungsi sebagai penutup, memberikan kehangatan saat malam dan sekaligus menaungi dari iklim panas India. Karena kain saree lebih dari sekadar pakaian atau kain. Saree mewakili keakraban, identitas, dan rasa memiliki bagi masyarakat India,” pungkasnya. (*/esa)

MIXADVERT JASAPRO