Kemenperin Usulkan Kenaikan Tarif CHT, Tak Terlalu Tinggi

JagatBisnis.com – Rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada 2022 dilakukan seiring dengan meningkatnya target penerimaan cukai tahun depan sebesar 13,27 persen atau menjadi Rp203,9 triliun dari tahun ini Rp180 triliun. Dikhawatirkan menimbulkan gejolak di kalangan industri hasil tembakau (IHT), khususnya segmen sigaret kretek tangan, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan kenaikan CHT yang tidak terlalu tinggi.

“Jika rencana kenaikan CHT tetap dilanjutkan di tengah penolakan dari sektor industri, kami memberi masukan agar tarifnya tidak naik terlalu tinggi. Jadi harus hati-hati tentang kenaikan tarif CHT ini, karena Indonesia masih membutuhkan IHT,” kata Direktur Industri Minuman, Industri Tembakau dan Bahan Penyegar, Kemenperin Edy Sutopo, Kamis (25/11/2021).

Menurutnya, jika IHT mampu bertahan, bukan tidak mungkin akan memberikan dampak yang positif terhadap penerimaan negara. Karena sepanjang tahun 2020 setidaknya, ada 4.500 tenaga kerja di sektor IHT yang dirumahkan. Angka itu bisa saja lebih besar karena banyak pabrik dengan pertimbangannya masing-masing yang kurang disiplin dalam pelaporannya.

Baca Juga :   Industri Pangan RI Butuh 1,6 Juta Ton Jagung di Tahun 2022

“Selain itu, keluhan petani pun, sering datang karena penyerapan bahan baku tembakau yang kian menurun. Jadi, pertimbangan yang harus dipikirkan dalam kebijakan CHT memang banyak dan tidak mudah karena bersentuhan dengan banyak orang dan multisektor,” tegas Edy.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menambahkan kenaikan eksesif tarif CHT di masa pemulihan ekonomi memang kurang tepat. Meskipun penularan Covid-19 bisa terkendali, tapi pemulihan akibat dampak masif yang ditimbulkan selama dua tahun terakhir membutuhkan waktu hingga bertahun-tahun.

Baca Juga :   Kemenperin Bentuk Lembaga Pemeriksa Halal

“Rokok adalah produk konsumsi nomor dua yang amat penting untuk menyokong ekonomi negara. Di sisi lain, rokok merupakan industri padat karya yang melibatkan jutaan orang. Oleh sebab itu, akan lebih baik jika pemerintah memiliki formula baku dalam setiap kebijakan cukai rokok termasuk untuk kenaikan tarifnya.

“Formula tersebut merupakan gabungan pertimbangan dan data dari berbagai dimensi terkait seperti aspek kesehatan, tenaga kerja, penerimaan negara, petani, hingga pemantauan rokok ilegal. Karena saat ini, arah kebijakan cukai rokok kurang memenuhi aspek keadilan bagi seluruh pemangku kepentingan terkait,” terangnya.

Baca Juga :   Menteri Agus Berupaya Bereskan 9 Tantangan Pelaku Industri

Dia menjelaskan, maraknya rokok ilegal juga perlu mendapat perhatian khusus. Pada 2020, kenaikkan CHT mencapai 23,5 persen membuat tingkat peredaran rokok ilegal mencapai 4,86 persen dengan taksiran kerugian negara Rp4,38 triliun. Itu hanya hitungan yang ditangkap belum memperhitungkan rokok ilegal yang belum ketahuan.

“Akibat peredaran rokok illegal, setidaknya negara mengalami kerugian hingga Rp53,18 triliun. Karena masih banyak orang Indonesia yang mengkonsumsi rokok ilegal. Dari survei Indodata, Agustus lalu, ada sekitar 127,53 miliar batang yang beredar di masyarakat merupakan produk ilegal yang tidak membayar cukai ke pemerintah dan tidak mendapat jaminan keamanan dalam pembuatannya,” (*/eva)

MIXADVERT JASAPRO