Hati-hati! Gempa di Selatan Indonesia Lebih Berpotensi Tsunami

JagatBisnis.com – Titik gempa di selatan Indonesia seperti bagian selatan Pulau Jawa lebih berpotensi tsunami ketimbang di bagian utara Indonesia. Hal tersebut diungkapkan oleh Peneliti Geoteknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Adrin Tohari dalam webinar Riset dan Inovasi untuk Indonesia Tangguh Bencana dari BRIN, Kamis (7/10/2021).

Adrin menjelaskan, sumber gempa Bumi paling besar di Indonesia berada di bagian barat Pulau Sumatra, selatan Pulau Jawa dan di daerah tumbukan lempeng di Indonesia bagian timur. Justru apabila diperhatikan di barat Pulau Sumatera dan di selatan Pulau Jawa itu cenderung mempunyai kedalaman hiposenter yang sangat dangkal yaitu antara 0 hingga 100.

“Hal itulah yang cenderung akan menghasilkan ancaman susulan berupa tsunami. Sedangkan, untuk sumber gempa yang ada di utara Pulau Jawa maupun Pulau Nusa Tenggara itu mempunyai kedalaman hiposentrum yang sangat dalam,” tegasnya.

Baca Juga :   Usai Hujan Es, Gempa Terjadi di Banten Getarannya Sampai ke Jakarta

Dipaparkan, pihaknya melakukan penelitian gempa Bumi cukup lama. Penelitian dilakukan dengan memantau pergerakan lempeng kerak bumi untuk mengenali bagaimana karakteristik dari gerakan lempeng dari sebelah barat Pulau Sumatera yang bisa menghasilkan gempa di sekitar Pulau tersebut.

Baca Juga :   NTT Diguncang Gempa 5,1 M

“Kami menggunakan teknologi continuous GPS, nantinya kami bekerja sama dengan iOS sehingga terekam segala pergerakan lempeng yang ada di zona subduksi tersebut. Kemudian bisa di pahami pergerakan lempeng di zona subduksi itu kurang lebih antara 50 milimeter per tahun sedangkan di daerah Sumatra nya sendiri antara 10 sampai dengan 15 milimeter per tahun,” papar Andrin.

Selain itu, lanjutnya, penelitian untuk mengenali ancaman gempa bumi juga harus dilakukan dengan melacak sejarah terjadinya gempa dengan melihat rekaman yang terdapat di pertumbuhan dari koral.

Baca Juga :   Sulteng Diguncang Gempa 4,1 Magnitudo

Sehingga, apabila terjadi gempa bumi yang menyebabkan penurunan air laut, maka pertumbuhannya akan berhenti dan kemudian permukaan air kembali normal maka ia akan tumbuh ke samping.

“Jadi, saat coral tumbuh di bawah permukaan air laut, maka coral itu akan tumbuh keatas, kemudian jika ia menyentuh ke permukaan laut maka pertumbuhannya ke samping. Sehingga dari rekam pertumbuhan coral ini bisa di ketahui sebenarnya periode ulang kapan terjadinya gempa bumi dan gempa-gempa besar yang terjadi di sebelah barat sumatera di zona subduksi,” pungkas Andrin. (*/esa)

MIXADVERT JASAPRO