Waspadai Bahaya Sunat dengan Teknik Electrical Cauter

jagatBisnis.com — Sunat (khitan) bagi sebagian masyarakat tidak sekedar menjalankan ajaran agama, tapi ada manfaat kesehatan bagi tubuh. Tujuan khitan untuk menjaga agar kotoran tidak terkumpul di ujung kemaluan dan leluasa buang air kecil. Karena dengan dikhitan dapat menurunkan risiko infeksi saluran kemih dan kanker penisb. Selain itu juga membersihkan alat kelamin. Apalagi, sunat tidak akan mengurangi kenikmatan saat berhubungan suami istri. Salah satu teknik sunat yang dipilih orangtua adalah electrical cauter. Banyak orang menyebutnya dengan sinar laser. Padahal, tidak menggunakan sinar laser.

Pemilik Rumah Sunat dr Mahdian yang juga spesialis bedah syaraf, dr Mahdian Nur Nasution, SpBS, mencoba meluruskan pemahaman tersebut. Menurutnya, selama ini banyak orang mengira sunat laser berarti menggunakan sinar laser, padahal faktanya tidak. Istilah sunat laser ini sebenarnya tidak menggunakan sinar laser, melainkan sunat dengan alat electric cauter.

“Electric cauter ini berupa lempengan logam yang dipanaskan. Jika dialiri dengan listrik, ujung logam akan menjadi panas dan berwarna merah sehingga dapat digunakan untuk memotong kulup. Namun, berhubung metode sunat laser ini menggunakan lempengan logam yang dipanaskan, sehingga kalau salah penggunaannya dapat berisiko menimbulkan luka bakar,” kata dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (07/12/2020).

Dia menjelaskan, sunat adalah operasi pengangkatan atau pelepasan kulup kulit yang menutupi ujung penis. Ada berbagai metode sunat yang ditawarkan kepada masyarakat. Namun sebelum sunat dilakukan, ada baiknya orangtua mencari tahu lebih dalam mengenai teknik sunat dan tenaga medis yang tepat.

“Ingat, kisah bocah di Pekalongan yang kepala kelaminnya ikut terpotong setelah disunat dengan menggunakan teknik laser? Peristiwa yang terjadi pada September 2018 itu sungguh memilukan. Bukan bahagia, yang ada malah derita. Nah, inilah salah satu resiko yang tentu saja akan mempengaruhi kondisi psikologis dan fisik korban kelak ketika dia dewasa,” ujarnya.

Ada juga, lanjut dia, laporan kasus yang dipublikasikan dalam British Medical Journal pada Januari 2013. Kasus ini jauh lebih mengerikan. Karena dengan menggunakan teknik electric cauter, seorang bocah 7 tahun penisnya harus diamputasi. Anak itu dilarikan ke pusat oksigen hiperbarik karena sianosis pada kelenjar penisnya. Anak itu pun menjalani pengobatan yang dilakukan dengan cara memberikan oksigen murni di dalam ruangan khusus bertekanan udara tinggi.

“Padahal, anak itu disunat pada hari yang sama dengan menggunakan perangkat elektrokauter monopolar. Tapi, elektrokauter yang menyebabkan luka bakar yang parah pada kelenjar penis si anak. Bahkan, anak itu hingga mengalami nekrosis atau kondisi cedera pada sel mengakibatkan kematian dini sel-sel dan jaringan hidup pada kelenjar dan batang penis,” papar dr Mahdian.

Dia mengakui, meski terlihat aman, tapi nyatanya penggunaan elektro kauter monopolar sudah mengakibatkan kecelakaan yang dramatis pada pasien tersebut. Memang, ketika elektroda monopolar digunakan, arus listrik yang dibawa hanya menyebabkan sedikit luka bakar pada penis. Namun, ternyata luka yang diakibatkan dengan teknik itu memburuk. Sehingga mengakibatkan hilangnya jaringan yang signifikan yang melibatkan seluruh kelenjar dan bagian distal batang penis. Alat kelamin anak tersebut akhirnya harus diamputasi.

“Oleh sebab itu, saya sangat tidak menyarankan sunat dengan teknik electrical cauter. Karena teknik itu sangat berbahaya bagi yang disunat. Bahkan, bisa fatal. Penis terpotong atau amputasi seperti kasus tadi. Apalagi, teknik electrical cauter adalah metode yang paling berbahaya hingga beresiko terjadi amputasi pada penis,” imbuhnya.

Dia mengungkapkan, alasan bahayanya sunat dengan teknik tersebut. Karena logam panas yang digunakan bisa menyebabkan luka bakar pada bagian kelamin. Sebenarnya, electric cauter adalah alat bedah yang digunakan untuk memotong kulit atau pembuluh darah sehingga pendarahan yang muncul akan minimal. Hanya saja, alat ini sudah banyak yang dimodifikasikan sedemikian rupa. Ada yang berbentuk lempengan logam yang dipanaskan seperti pemanas air. Karena modifikasi itulah teknik ini tidak direkomendasikan.

“Walaupun, teknik ini lebih cepat, namun tetap disarankan untuk tidak memilih teknik ini. Kalaupun tetap ingin menggunakan teknik ini harus dipastikan, petugas yang melakukan adalah  tenaga medis yang tepat, yang ahlinya, yaitu dokter spesialis bedah. Sayangnya, selama ini sunat laser sangat jarang dilakukan oleh dokter, melainkan orang yang tidak tepat. Sehingga menimbulkan banyak resiko, mulai dari kepala penis terpotong, luka bakar hingga pendarahan dan bentuk miring. Oleh sebab itu, masyarakat diminta untuk berhati-hati jika tidak ingin menyesal di kemudian hari,” ucapnya.

Pada kesempatan ini, dr Mahdian merekomendasikan metode modern, yaitu Mahdian Klem yang lebih sedikit risiko dan hanya membutuhkan waktu singkat. Pada metode ini, waktu yang dibutuhkan hanya 5 menit dan pasien bisa kembali beraktivitas dalam waktu satu hari. Klem produksi anak bangsa negeri ini sudah direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

“Mahdian Klem sudah terbukti bisa memperkecil risiko terjadinya infeksi silang yaitu infeksi karena pemakaian alat yang sama pada satu pasien ke pasien lain. Apalagi, teknik ini hanya sekali pakai. Jadi teknik ini aman untuk segala usia. Pengunaannya juga lebih mudah bagi dokter dan perawat, tidak memerlukan rotasi saat pemasangan tabung dan penjepit klem sehingga posisi penis tidak miring setelah pelepasan tabung, secara kosmetik lebih baik,” tutupnya. (eva)

MIXADVERT JASAPRO